Rabu, 27 September 2017


Tugu Digulis/Bambu Runcing yang terletak di Kota Pontianak di Jl. Jend. Achmad Yani Bundaran Universitas Tanjung Pura. Masyarakat kota Pontianak lebih mengenal tugu Digulis dengan nama bundaran "Bambu Runcing" 

Berada di areal kurang lebih seluas 1779 meter persegi (dengan diameter 47,4 meter). Di sekitaran sebelas bambu runcing ini juga terdapat taman yang memberi nuansa sejuk. Dan karena berada disalah satu jalan utama kota Pontianak, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tempat yang sangat strategis. Maka tak jarang aksi demonstrasi, unjuk rasa juga dilakukan di kawasan ini. Secara Administratif sekarang ini masuk ke dalam wilayah Kelurahan Bangka Belitung Darat Kecamatan Pontianak Tenggara.

Keberadaan Tugu Digulis sendiri tercatat mulai dibangun pada tahun 1986. Diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat H. Soedjiman pada 10 November 1987 ini pada awalnya berbentuk sebelas tonggak menyerupai bambu runcingyang berwarna kuning polos. Pada tahun 1995, monumen ini dicat ulang dengan warna merah-putih. Penggunaan warna merah-putih ini menjadikan sebagian warga menganggap monumen ini lebih mirip lipstik daripada bambu runcing.


Kemudian, pada tahun 20
06 dilakukan renovasi pada monumen ini sehingga berbentuk lebih mirip bambu runcing seperti penampakan saat ini.


 SEJARAH SINGKAT DIDIRIKAN TUGU DIGULIS
Sejarah mencatat, bermula dari terbentuknya Sarikat Islam tahun 1914 di Ngabang. Kemudian pembentukkan Partai Sarikat Islam 1923. Menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah pergerakan perjuangan rakyat Kalimantan Barat. 

Karena khawatir pergerakan mereka akan memicu pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan ini. Seperti yang telah terjadi di Jawa dan Sumatera. Pemerintahan Hindia Belanda kemudian menangkap sejumlah tokohnya. Kemudian dibuang ke Boven Digul, di Papua. Dari nama tempat pembuangan penjara alam itulah, kemudian tugu ini disebut dengan Tugu Digulis.
Tiga dari meraka meninggal pada saat menjalani  pembuangan di Boven Digoel, lima dari para tokoh tersebut wafat dalam Peristiwa Mandor dan tiga orang lainnya meninggal karena sakit. Untuk menghormati dan mengenang kesebelas tokoh tersebut. 

Nama-nama mereka juga diabadikan sebagai nama jalan di wilayah Kota Pontianak. Kesebelas tokoh itu adalah : Moehammad Sohor, asal Ngabang ; Moehammad Hambal alias Bung Tambal, asal Ngabang; Gusti Djohan Idrus, asal Ngabang, wafat dalam pembuangan di Boven Digoel. Haji Rais bin H. Abdurahman, asal Ngabang; Gusti Soeloeng Lelanang, asal Ngabang ; Gusti Moehammad Situt Machmud, asal ngabang ; Gusti Hamzah, asal Ketapang ;  Achmad Su'ud bin Bilal Achmad, asal Ngabang, wafat dalam Peristiwa Mandor; serta  Ya' Moehammad Sabran, asal Ngabang ; Jeranding Sari Sawang Amasundin alias Jeranding Abdurrahman, asal Melapi, Kapuas Hulu, meninggal karena sakit di Putussibau; Achmad Marzuki, asal Pontianak, meninggal karena sakit dan dimakamkan di makam keluarga;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar